“Hai istriku sebaiknya kita bernazar kepada Allah”, kata seorang saudagar kepada istrinya, “Jika kita diberi anak laki-laki, aku akan memotong kambing yang besar dan lebar tanduknya sejengkal, kemudian dagingnya kita sedekahkan kepada fakir miskin.”
Rupanya sang saudagar tersebut sudah sangat merindukan lahirnya seorang anak, karena telah bertahun-tahun berumah tangga tidak kunjung diberi momongan oleh Tuhan. Kemudian ia menyuruh beberapa orang untuk mencari kambing besar bertanduk selebar jengkal, dengan pesan, “Beli saja kambing itu berapapun harganya, tidak usah ditawar lagi.”
Ternyata usaha itu gagal total. Sulit memperoleh kambing dengan lebar tanduk sejengkal, yang ada paling-paling selebar tiga-empat jari. Akibatnya saudagar itu susah, tidurpun tidak nyenyak. Terpilir olehnya untuk mengganti nazarnya itu dengan sepuluh ekor kambing sekaligus. Yang penting kan kambing, bukan binatang lain. Namun rencana itu akan dikonsultasikan dulu dengan beberapa orang penghulu di negeri itu.
Ketika sampai di rumah seorang penghulu ternyata rumah itu sedang digunakan sebagai tempat pertemuan para penghulu seluruh negeri. “Apa maksud kedatangan adan kemari?” tanya penghulu yang tertua.
Ya tuan Kadi.” Jawab si saudagar itu. “Hamba mempunyai nazar yang sulit dipecahkan,” lalu diutarakan kendala yang dihadapi dan rencana penggantiannya.

Ternyata para Kadi itu tidak berani memberikan rekomendasi untuk mengganti nazar. Mereka bahkan menyuruh saudagar itu untuk terus mencari kambing bertanduk sejengkal dimanapun dan kemana pun, sesuai dengan nazar semula. “Kami semua tidak berani menyuruh menggantinya dengan yang lain-lain.”
Kenyataan itu semakin bertambah berat beban saudagar itu. Ia pun mohon diri pulang ke rumah. Pada suatu hari ia mendapat kabar, bahwa di Negeri Baghdad ada seorang Raja yang adil, arif dan bijaksana. Namanya Sultan Harun Al-Rasyid. Maka ia pun pasang niat menghadap Sultan ke Bagdad. Sesampai disana kebetulan baginda sedang duduk di Balairung bersama beberapa orang menteri.
“Hai orang muda, engkau berasal dari mana?” tanya baginda setelah melihat kedatangan saudagar muda ini.
“Ya Tuanku Syah Alam,” jawab Saudagar muda. “Ampun beribu ampun, adapun patik ini berasal dari Negeri Kopiah.”
“Apa maksudmu datang kemari, ingin berdagang,” tanya baginda Sultan.
“Ya tuanku, patik datang kemari ingin mengadukan nasib hamba ke bawah duli yang dipertuan,” jawab si saudagar.
“Katakan maksudmu, supaya bisa kudengar,” titah baginda Sultan. Maka diceritakanlah perihal nazar itu sampai kepada keputusan para penghulu negeri kopiah dan niatnya menemui baginda Sultan di Bagdad. “Selanjutnya hamba mohon petuah dan nasehat Baginda agar hamba dapat melepas nazar hamba itu dengan sempurna,” tutur saudagar itu dengan nada menghiba.
“Baikah,” kata Baginda, “Datanglah besok pagi, Insya Allah aku dapat memberi jalan keluar.”
Saudagar itu pun mohon pamit dengan hati berbunga-bunga kembali ketempat penginapannya.
Alkisah, Sultan pun bingung memikirkan nazar Saudagar itu, sepanjang siang dan malam ia tidak dapat memicingkan matanya, dengan apa nazar itu akan di bayar bila kambing bertanduk sejengkal tidak di dapat juga. Diganti dengan yang lain, haram hukumnya. Malam harinya beliau mengumpulkan para Kadi, dan alim ulama di istananya. Kepada mereka beliau menyatakan keresahan hatinya sehubungan dengan nazar saudagar dari kopiah itu. “Tolong berikan pertimbangan kepadaku malam ini juga karena aku sudah terlanjur berjanji kepadanya untuk menerimanya menghadap esok pagi.” Titah Baginda Sultan. “Atau aku akan mendapat malu besar.”
Suasana balairung pun hening, sunyi senyap berkepanjangan. Mereka termenung dan terpekur memikirkan titah Sultannya. Namun tidak juga ditemukan jalan keluarnya.
“Ya Tuanku Syah Alam,” kata salah seorang yang tertua di antara mereka. “Tidak ada hukumnya, baik menurut kitab maupun logika, bahwa nazar itu boleh diganti dengan barang lain,” setelah itu satu persatu mereka mohon diri meninggalkan balairung dan pertemuan pun bubar.
Baginda lalu masuk istana, mau tidur, tetapi mata itu tidak mau diajak kompromi, karena otak masih terfokus pada masalah nazar dan malu besar yang akan dihadapinya esok pagi. Menjelang subuh baginda pun teringat kepada Abu Nawas. Tidak ada manusia yang dapat memutuskan hal ini selain Abu Nawas,” pikir Baginda dengan suka cita. Setelah itu barulah baginda dapat memicingkan matanya, tidur pulas sampai pagi.
Begitu bangun, diutuslah penggawa memanggil Abu Nawas. Setelah Abu Nawas tiba dihadapannya, baginda pun mengutarakan perihal nazar saudagar dari negeri Kopiah itu dan semua usaha yang sudah ditempuhnya serta malu besar yang akan didapatnya sebentar lagi, karena para Kadi, dan orang alim seluruh negeri, tidak dapat memberi jalan keluar. Apalagi sebentar lagi saudagar dari kopiah itu akan menghadap ke Istana. “Apa pendapatmu tentang hal itu?” tanya baginda sultan dengan sorot mata ingin tahu jawaban Abu Nawas.
“Ya tuanku Syah Alam,” jawab Abu Nawas ringan. “Janganlah tuanku bersusah hati, jika tuanku percaya Insya Allah hamba dapat menyelesaikan perkara ini.”
Tak berapa lama kemudian balairung pun dipenuhi orang-orang yang ingin tahu keputusan Baginda Sultan tentang nazar saudagar dari negeri kopiah itu. Baginda memanggil saudagar tersebut dan memerintahkan Abu Nawas memecahkan masalah itu. “Hai saudagar, bawalah kemari anakmu, dan seekor kambing yang besar badannya,” kata Abu Nawas.
Mendengar perkataan Abu Nawas itu semua orang terheran-heran, termasuk Baginda Sultan dan si saudagar itu. “Apa maksud Abu Nawas kali ini?” pikir mereka.
Si saudagar itu menyatakan kesediaaannya membawa anak dan seekor kambing paling besar serta mohon pamit pulang ke negeri kopiah. Baginda Sultan masuk Istana, melanjutkan tidurnya, dan pertemuan pagi itu pun bubar.
Sesuai dengan janjinya, saudagar itu pun datang kembali ke Bagdad beberapa hari kemudian. Ia membawa istri, anak dan seekor kambing, langsung menghadap Sultan di Istana.
“Datang juga engkau kemari, hai saudagar,” kata Baginda Sultan. “Tunggulah sebentar, akan aku kumpulkan penghulu dan rakyat,” kemudian Baginda menyuruh memanggil Abu Nawas.
Akan halnya Abu Nawas, ketika mengetahui di jemput ke Istana, ia pura-pura sakit. Baginda Sultan yang diberi tahu hal itu memaksa agar Abu Nawas di bawa dengan kereta Kerajaan. Maka berangkatlah Abu Nawas ke Istana dengan mengendarai kereta kencana yang ditarik dua ekor kuda.
“Mengapa kamu terlambat datang kemari?” tanya Baginda Sultan.
“Ya tuanku, patik terlambat datang karena patik sakit kaki,” jawab Abu Nawas.
“Hai Abu Nawas…” kata Sultan. “Saat ini telah datang kemari saudagar itu bersama istri, anak dan seekor kambing yang besar badannya. Coba selesaikan masalah ini dengan baik.”
“Baiklah,” kata Abu Nawas, “Akan hamba selesaikan masalah ini.” Bukan main senang hati Baginda mendengar jawaban itu.
Abu Nawas menarik kambing dan anak saudagar itu. Jari tangan kiri anak tersebut dijengkalkan ke tanduk kambing dan ternyata sama panjangnya. Baginda Sultan dan seluruh yang hadir di balairung heran memikirkan ulah Abu Nawas.
“Ya tuanku, hamba mohon ampun,” kata Abu Nawas. “Jika hamba tidak salah ingat, saudagar itu mengatakan bahwa lebar tanduk kambing itu sejengkal. Karena yang dinazarkan anak ini, jari anak inilah yang hamba jengkalkan ke tanduk kambing itu, dan ternyata pas benar. Jadi kambing ini boleh disembelih untuk membayar nazar. Itulah pendapat hamba. Jika salah, hamba serahkan keputusannya kepada Baginda dan semua orang yang hadir disini.”
“Pendapat Abu Nawas aku kira benar,” kata Baginda Sultan. Dengan sangat meyakinkan.
Bukan main senang hati saudagar itu karena ia dapat membayar lunas nazarnya. Maka diberikanlah hadiah kepada Abu Nawas berupa uang seratur dirham, kemudian ia mohon pamit kepada Sultan, pulang ke negerinya.
Referensi cerita, Alkisah 13 / 21 Juni – 4 Juli 2004
boleh juga tuh ditiru
abu nawas emng nga ada 2 nya…..
klo bsa otaknya aq pnjm dong entr klo aq uda kya bru ta kmblikn.
krennnn…..slalu jd jln kluar…..
@amizanger : ah otak kk cuma kaya dan kaya…..sama kyk gwa wkwkwkw…
kok ane jadi bingung….saudagar khan gak punya anak….justru dia bernazar ingin punya anak… Atau saudagar pengen punya anak laki22 tapi sudah punya anak perempuan yang jarinya dipakai untuk ngukur tanduk kambing ..?
mantaf ehh..kpan lah aq bisa jadi abu nawas…!!!
sungguh suatu hal yang ,,,ginama gitu
sungguh suatu hal yang …………….
ginama gitu,,,,,
boleh juga t
sammaaaaaaaaaaaaaaaaaa….jamal…ane juga bingun ne….padahal dia kan bernazar pengen punya anak, tapi kok di suruh bawa anak na ama pak abu.
mksd@ saudagar tsb bernazar menyembelih seekor kmbing dengan tanduk sejengkal lbarnya jika mreka mndapatkan seorang anak dan ternyata nazar mereka diterima Allah dan mendapatkan seorang anak…dan wajib bg mereka mnyembelih apa yang sudah dinazarkan…
emang gk xmbung cz crtax kpotong ato sngja dptong??
q bngung knp saudagr trsbut punya anak pdhl istrinya blum mlhrkan
wahh… otak abunawas kalo bisa sy pinjam aja ya,,,
coz encer sanghath !!!
subhanallah………..
top top top…..
perlu di tiru tuch……….
abu nawas is the best
subhanallah abu nawas memang hebat . pertama saya baca ceritanya saya saja tidak bisa memberi solusi , tapi setelah saya baca sampai selesai saya terkagum – kagum atas solusi yang diusulkan sama abu nawas . andai saya pakai otak abu nawas pasti saya dikagumin sam banyak orang .
Yg bingung it orang2 pada tolol. . . . . Kan dcerita it blang kalo udah punya anak laki2 dia mau sembelih kambing yg tandukny sejengkal,nah stlah anakny laHir nazar hrus dlakukan,bAcA aja kata aBu nawas “kan yg dinazarkan anak ini maka pake tangan anak itu pula yg dijengkal kan.” lg pula kalo lum melahIrkan blum sah juga nazar itU.Dasar tolol yg pada bingung.Hah
nazar yang tidak mampu dilakuklan setahu saya boleh di ganti dengan puasa 3 hari
abu nawas emang luar biasa…………………..!!!!!!!!!!!!!!!
subhanallah,,,
abunawas adalah seorang sufi yg memiliki akal yg sehat lagi sempurna.
seandainya saya da dijaman itu,, betapa girangnya hati ku.
assalamu alaikum ya abu nawas.
maha suci Allah yang telang memberikan kecerdikan pada sebagian hambanya dalam menghadapi suatu permasalahan……………
abu nawas memang seorang sufi yang di butuhkan semua orang……………
yg bingung oon
memang abu nawas orang pikirannya apa dia lain,sungguh cerdas juga abu nawas.
ni cerita aku mudheng tapi kyknya ada yang salah hahahaha
kurang teliti kang
subhanallah,,,
saya iri dengan ilmu pengetahuannya mudah-an ilmu seperti itu dapat ber alih pungsinya sama saya
segala puji bagi Allah SWT yg tlah mmberikan kcrdasan pda guru sufi kita Abu nawas…
permulaan ceritanya tuh ada yg terpotong
—–Rupanya sang saudagar tersebut sudah sangat merindukan lahirnya seorang anak, karena telah bertahun-tahun berumah tangga tidak kunjung diberi momongan oleh Tuhan.—–> (((abes dari situ langsung nyuruh nyari kambing)))
—– Kemudian ia menyuruh beberapa orang untuk mencari kambing besar bertanduk selebar jengkal, dengan pesan, “Beli saja kambing itu berapapun harganya, tidak usah ditawar lagi.”—–
Ya bgtulah klo orang d kasih klbihan m Allah S.W.T……smoga aja ilmu yg d ajarkan kpda qt dpat bermanfaat……
hebat.. beliau memang idolaku..
terlalu banyak orang yang mengarang cerita dan menyandarkannya pada abu nawas, padahal cerita itu blm tentu benar yah namanya cerita untuk menghibur orang, satu hal yang sering kita lupakan tentang Abu Nawas bahwa abu Nawas itu adalah seorang ulama sufi wallahu a’lam
dy emang salah satu dari orang tercedardas di dunia, bahkan sherlock holmes mungkin ngga bsa nandingin……
alhamdu…… sya dapat ilmu tambahan
#jamalullail_
kamu yg aneh! org law nazar n mau dibayar berarti do’anya atau permintaanny di kabulkan!
masuk akal,,
to : jamallulail >>> gak tau yah ???? jgn comment yg gak gak ah..Wagu…kalau nazar itu kan kalau dah terpenuhi,..berarti dah punya anak baru nazar dilakukan..
okeeb
subhanallah,inilah gambaran seorang ahli allah,yg deberi pemikiran oleh allah yg jernih dan cemerlang.