Ia adalah sufi yang ajarannya penuh kontroversi. Konsep tasawufnya banyak diperdebatkan. Seiring dengan konsepnya, sang penggagas sendiri juga sering diperbincangankan sampai sekarang.
Penggagas konsep Wahdatul Wujud adalah Imam Muhyiddin Ibnu Arabi, atau biasa disebut Ibnu Arabi. Ia dilahirkan di Murcia, Andalusia, Spanyol, pada 17 Ramadan 560 H bertepatan dengan 28 Juli 1240 M. dalam beberapa literatur disebutkan nama lengkapnya cukup panjang: Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin Muhammad ibnu Ahmad bin Abdullah al-Hatimi at-Thai. Sejak kecil ia hidup di lingkungan keluarga yang cukup terpandang.
Wahdatul Wujud
Dalam dunia tasawuf, konsep “Wahdatul Wujud” penyatuan diri dengan Tuhan, telah memancing banyak perdebatan sampai sekarang. Dalam literatur klasik maupun mutakhir, para pakar tasawuf tak henti-hentinya membahas konsep ini. Banyak ulama, cerdik-cendikia, telah menulis konsep Wahdatul Wujud dalam berbagai artikel, Esai, maupun desertasi ilmiah. Wahdatul Wujud tidak hanya memancing kontroversi, tetapi juga pesona yang luar biasa.
Siapa gerangan pengagas konsep yang kontroversi ini?
Seperti ulama-ulama besar lainnya, hampir seluruh hidupnya penuh dengan perjalanan keilmuan. Sejak usia delapan tahun ia pindah ke Secilia, masih di Spanyol, belajar fikih dan Al-Qur’an. Di sini ia berkenalan dengan dan berguru kepada intelektual dan filsuf Ibnu Rusyd, yang kelak mempengaruhi pola berpikirnya. Dalam literatur lain disebutkan, pada waktu yang bersamaan ia juga pergi ke Lisabon, Portugal, tempat ia pertama kali mendapatkan pendidikan agama Islam. Di kota ini ia berguru kepada Syekh Abubakar ibnu Khalaf, pakar fikih dan Al-Qur’an.
Menurut Fudloli Zaini, dalam bukunya “Sepintas sastra Sufi, Tokoh dan Pemikirannya” Ibnu Arabi baru menuju ke Sevilla setelah mengembara beberapa lamanya ke Lisabon (Portugal). Menurut buku tersebut, pertemuannya dengan Ibnu Rusyd terjadi di Cordoba, Spanyol.
Ibnu Arabi adalah sufi yang selalu berpikir dengan segudang gagasan. Tapi perjalanan spritualnya penuh dengan kontroversi. Pikirannya sarat dengan beberapa ide brilian tentang beberapa hal. Ia adalah sufi sekaligus seniman dan penulis karya-karya yang produktif. Ibnu Arabi mewakili sebuah generasi dimana tasawuf, seni dan rasionalitas menjadi satu.
Mulai Mengembara
Keistimewaan dan kecerdasannya sudah tampak sejak kecil. Menurut berbagai literatur, dalam usia belasan tahun ia terpilih untuk menduduki jabatan sebagai katib (sekretaris) di kantor Gubernur Sevilla. Tidak hanya itu, ia juga dikenal sebagai sarjana yang sangat bergairah dalam menimba ilmu pengetahuan. Pengembaraannya ke berbagai guru, mulai dari Spanyol sampai ke Jazirah Arab.
Sejak berguru di Sevilla, ia sudah dikenal sebagai pemikir yang kritis, sejak berusia muda ia telah memperlihatkan kepribadian dan kecerdasan yang luar biasa. Ia sangat mudah dan cepat memahami dan menguasai pelajaran, ia juga sangat tekun belajar dan mengamalkan ilmu.
Pada usia 30 tahun ia mulai mengembara ke berbagai tempat untuk menuntut ilmu. Mula-mula ia datang ke pusat peradaban Islam dan ilmu pengetahuan di belahan bumi sebelah barat, Andalusia, Spanyol. Tidak jelas berapa tahun ia tinggal di kota ini, setelah itu ia pergi ke Tunisia untuk berguru kepada seorang sufi terkenal, Syekh Abdul Azis al-Mahdawi. Pada tahun 594 H atau 1198 M, ia pergi ke Fez, Maroko. Ia menulis kitabnya yang pertama, berjudul al-Isra’.
Dari Fez, ia kembali ke Cordoba untuk menghadiri pemakaman gurunya, Ibnu Rusyd. Setelah itu ia pergi ke Almeira dan menulis kitab kedua, Mawaqiun Nujum.
Pada tahun 598 H (1202 M), Ibnu Arabi berkelana ke Mesir, Tunisia, kemudian menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekah. Kepergiannya ke mesir ditemani oleh muridnya, Abdullah al-Habsyi. Ia tidak lama di Mesir, karena banyak orang yang tidak menyukainya. Ia bahkan nyaris menjadi korban penganiayaan dan pembunuhan. Di Tunisia ia sempat mempelajari sebuah kitab yang kontroversial, Khal’uan Na’layni, karya Abdul Qasin al-Qisyi. Banyak yang berpendapat , kitab tersebut harus di musnahkan, karena isinya penuh Bid’ah.
Dari Mesir ia berkelana ke al-Quds (Palestina), Hijaz (Arabia) sampai Halb (Aleppo)di Syiria. Tentang kunjungannya ke Mekah, Ibnu Arabi menyatakan, ia menunaikan ibadah haji setelah menerima semacam ilham dari Allah. Ia tinggal di Mekah selama kurang lebih dua tahun, dan selama itu pula dengan sangat intensif beribadah: Tawaf, i’tikaf dan membaca Al-Qur’an di Masjidilharam.
Kembali Mengembara
Setelah itu ia kembali mengembara ke Yerussalem, Syiria dan kota-kota lain di Syam, kini wilayah Iran / Irak. Pada setiap kunjungannya ia selalu mendapat penghargaan dan hadiah. Tapi berbagai hadiah tersebut selalu ia sedekahkan kepada fakir miskin. Setelah beberapa tahun mengembara, Ibnu Arabi kembali ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji yang kedua kali.
Pada tahun 606 H (1209 M) ia menuju Konya dan Anatolia, lalu ke Baghdad bersama sahabatnya, Majiduddin Ishaq. Kepergiannya ke Bagdad sebagai utusan Sultan Konya, Kay Ka’us, untuk melapor ke Kesultanan Abbasiyah. Tapi belakangan ia lebih tertarik tinggal di Halb (Aleppo), Syiria, selama tiga tahun (609-612 H, atau 1211-1215 M). tapi godaan untuk mengembara selalu sajak muncul.
Tiga tahun kemudian ia tinggal di Damaskus, Syiria, lalu kembali berkelana ke Malatya. Di kota ini ia menikahi janda Majiduddin Ishaq. Dari perkawinan itu lahirlah seorang anak lelaki bernama Sa’adin Muhammad (1618 H / 1221 M). ibnu Arabi beberapa kali menikah, diantara beberapa anaknya , yang mewarisi ilmunya antara lain Sa’adin Muhammad dan Imadudin Abu Abdillah.
Akhirnya Ibnu Arabi memutuskan menetap di Damaskus. Beberapa literatur mencatat, ia sudah tinggal di Damaskus sejak tahun 627 H (1230 M). ia menetap di keluarga Ibnu Zaki yang masih punya hubungan keluarga dengan dinasti Ayyubiyah yang berkuasa kala itu. Di masa senjanya, Ibnu Arabi menghabiskan waktunya untuk mengajar, membaca dan menulis puisi. Di Damaskus pula ia merampungkan karya monumentalnya, Fushus al-Hikam. Menurut Ibnu Arabi, karya ini diterima langsung dari Rasulullah SAW melalui mimpi-mimpinya.
Pada tanggal 28 Rabiulakhir 638 H (1240 M) ia wafat dalam usia 78 tahun di Damaskus, dan dimakamkan dibukit Qasiyun di pinggiran kota. Ibnu Arabi tidak hanya meninggalkan gairah akan ilmu pengetahuan, tapi juga mengajak kaum muslimin untuk selalu berpikir kritis. Ia hidup se zaman dengan sufi Besar seperti Jalaluddin Rumi, Abu Hasan As-Syadzili, Najamuddin ar-Razi, dan sebagainya. Pengaruhnya tidak hanya berkembang dalam alam pemikiran kaum muslimin, banyak filsuf maupun mistikus non muslim juga dipengaruhi oleh pemikirannya. Begitu besar pengaruhnya, sehingga dikalangan para sufi dan filsuf ia mendapat julukan Syekh al-Akbar (pemimpin para Syekh).
Karya Monumental Sang Filsuf
Memahami Ibnu Arabi atau karyanya, tidak gampang, ia sosok yang komplet: Intelektual, seniman, dan Sufi. Karya-karyanya merupakan gabungan dari ketiganya. Bahasa yang digunakan adalah bahasa sastra tinggi, dengan pengaruh mistik yang kuat. Tak salah jika beberapa karyanya tidak mudah dipahami, bahkan dianggap sesat.
Ia juga seorang penulis produktif. Menurut Abdurrahman al-Jami, tidak kurang dari 500 karyanya tersebar di seluruh penjuru dunia, lebih banyak dari yang disebutkan oleh Prof. Dr. Abul A’la Afifi yang mengatakan Ibnu Arabi hanya menulis 289 kitab. Sementara menurut Carl Brocellman, pengamat tasawuf dan sejarawan Jerman, Ibnu Arabi menulis sekitar 239 kitab.
Brockellman berhasil mengumpulkan sejumlah karya Arabi yang berserakan, meliputi tiga kategori. Pertama, Fihris (Indeks) berisi karya-karya Ibnu Arabi yang ditulis oleh sahabatnya, Sadruddin (627 H /1230 M). Kedua, Fihris Muallafat Muhyiddin ibn Arabi (Indeks susunan Muhyiddin Ibnu Arabi), Ketigs, al-Hijaz (berisi catatan Ibnu Arabi untuk Gazi Malik al-Adil yang di tulis pada 632 H / 1234 M). pada kategori ketiga ini disebutkan karya Ibnu Arabi berjumlah 289 kitab. Sebuah Manuskrip karya Ibnu Arabi di temukan di Kurkis Al-Awwad pada 1377 H / 1918 M.
Hampir semua karya Ibnu Arabi boleh dibilang Monumental. Misalnya kitab Fushus al-Hikam, yang merupakan penyempurnaan dari kitab Futuhatul Makkiyah, oleh sebagian pengamat tasawuf di nilai sebagai karya puncak.
Mengenai dua karya ini, Fudloli Zaini menulis, Futuhatul Makkiyah merupakan salah satu kitab yang ia tulis pada akhir masa hidupnya di Mekah pada tahun 598 H, dan baru selesai pada tahun 636 H. tidak seperti kitab lainnya, Futuhat, berisi bermacam-macam topik dan kajian Islam yang sepertinya campur aduk satu sama lain, tanpa susunan yang tertib dan teratur. Sang penulis sepertinya hanya menumpahkan segala apa yang terbetik dalam benaknya setiap saat yang ia inginkan. Ibnu Arabi tidak mengingkari hal ini, bahkan ia sendiri mengakui dan menyebutkan sebagai “Ilmu Ilham” atau “Ilmu Batin”, atau “Ilmu Hadirat Al-Qur’an” yang dalam psikologi modern disebut “Automatic Writing”.
Gadis Jelita
Tidak hanya isinya yang campur aduk, bahasa yang digunakannya juga penuh dengan simbol, inilah yang kemudian membingungkan orang awam. Bahasanya yang penuh simbol dan campur aduk, proses kreatifitasnya ketika menulis yang spontan, serta susunannya yang tidak beraturan, memungkinkan orang salah paham. Bahkan sebagian pengamat menilai, kitab ini adalah belantara yang bisa menyesatkan banyak orang.
Turjumanul Asywaq tidak kalah kontroversialnya. Kitab yang berisi kumpulan puisi ini banyak di kecam oleh para Fuqaha (ahlu fikih). Mula-mula pada tahun 598 H ketika Ibnu Arabi tiba di Mekah, bertemu dengan orang-orang terkemuka seperti Rustum Ibnu Abi Raja, Fikhrun Nisa dan Syekh Makinuddin Abi Suja’.
Dari diskusinya dengan Makinuddin, lahirlah kitab ini. Makinuddin mempunyai seorang anak gadis yang cantik jelita bernama Nidzam yang biasa dipanggil Ainusy Syam atau Syeikhatul Haramayn (Guru Wanita Mekah dan Madinah). gadis inilah yang kemudian mengilhami Ibnu Arabi menulis kitab Asywaq. Terang saja kitab ini membuat gerah banyak pihak. Mereka yang tidak suka menuduhnya sebagai karya murahan yang penuh nafsu duniawi. Namun Ibnu Arabi hanya memberikan beberapa penjelasan dalam bentuk syarah pada penerbitan berikutnya.
Hebatnya kitab-kitab karya Ibnu Arabi sebagian besar lahir dalam pengembaraan. Misalnya, kitab Al-Misbah fil Jami’ Baynas Shihah fil Hadits, Musyahadatul Asrar, At-Tatbiratul Ilahiyah, Tafsir Al-Syaikhil Akhbar dan Asrarul Qulubi Arifin. Karya-karya inilah yang kemudian mempengaruhi pemikiran kaum ulama, intelektual, pujangga di Indonesia: seperti Hamzah Fansuri, Ronggowarsito, Syekh Abu Shamad al-Falimbani dan Syamsuddin Sumatrani.
Sumber kisah Alkisah Nomor 06 / 15-28 Maret 2004
bagaiana dengan paham wihdatul wujud itu sendiri kang, ditunggu pembahasan khusus tentangg paham wihdatul wujudnya ya kang..!!!
mau dikemanakan ayat2 Al-Qur’an ???
Allah berfirman:“… Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. [asy Syura/42 : 11].
ajaran2 sufi seolah manuduh bahwa Rasulullah s.a.w belum mengajarkan atau menyempurnakan ajaran nya….seolah mengatakan bahwa kaum sufi lebih faham agama dari Rasulullah s.a.w
ajaran sufi ini menjauhkan ummat islam dari sumber agamanya yaitu Al-Qur’an dan Al Hadits….seolah kaum sufi mau mengatakan bahwa islam belum sempurna,merekalah yg sempurna…..ajaran yg bertentangan dengan Al-Qur’an….
Allah Azza wa Jalla berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” [Al-Maa-idah: 3]
Good idea
mmg benar ayat alquran…cuba fikir…sifat mendengar…sifat hidup..cuba belajar sifat 20…jgn ckp klau xtau..ni asyik baca alquran tapi xmengkaji..syg sekali umat akhir zaman…cuba fikir…dri allah kita dtg kepada allah kita kembali…kaji ttg kedatangan kita ni..ckp jer….tpi xtau apa yg dickpkan…kita ada akal fikir…allah xmemandang rupa paras kamu tapi allah memandang hati kamu..jgn beramal hendakan pahala atau syurga…xikhlas namanya…sedangkan hidup kita ni bkn kita punya…lagi mau mintak pahala dgn syurga…fikir sikitlah…
Dari ketiada’an menuju ke ketiada’an.
syurga dicipta untuk orang beriman..kejarlah..kita bukan wali..kita pendosa..jadi orang yang berjaya di dunia dan akhirat.duduk 24 jam di masjid tak jamin masuk syurga..hidup sebagai manusia..bukan malaikat..hati..jaga hati..kena bersih dan ikhlas..
tiada dosa tiada lah taubat..taubat orang berdosa lebih manis..cinta pada Allah tak semestinya jadi sufi…semua terletak pada hati kita..hati adalah kuncinya.dan jangan ada rasa riak..kalau anggap diri hanya hamba abdi tuhan..maka nikmat Allah bagi kamu takkan pandang..kamu manusia sebaik ciptaanNya..bila kamu cinta pada Allah..maka kamu akan cinta pada semua ciptaanNya..kamu akan kasih kepada manusia..kerana manusia ciptaanNya.. itulah beza orang yang takut dengan orang yang cinta pada Tuhannya.cinta tak boleh dipelajari..cinta hanya muncul bila kamu ikhlas dengan Nya..
@insan.. Lah sufi banget sampean
Nb. Ibrahim dapat komunikasi dg Allah. Nb. Bisa berbicara dg ALLAH. NB. muhammad dapat bertemu dg ALLAH. DAN MALAIKAT JIBBRIL TIDAK..!!!
ROH ALLAH. di tiupkan kpd bani ADAM langsung. Sehingga para MALAIKAT BERSUJUD… ” KELEBIHAN MANUSIA ADALAH PUNYA KELEBIHAN DI ANTARA SEMUA MAKLUK…”. KNP…???
@Dhofir; apakah ada ayat Qur’an lagi setelah Surat Al Maidah ayat 3 tersebut? Klo ada , bagaimana menurut anda? Bukankah di ayat tersebut Islam sdh disempurnakan namun kenapa masih ada ayat lagi yang diturunkan?.